Konsep hijab sebenarnya bukanlah milik
Islam, jauh sebelum zaman Nabi saw, tradisi berkerudung sudah ada dan menjadi
tradisi berbusana santun di kalangan perempuan-perempuan yang hidup jauh
sebelum kelahiran Nabi saw.Tradisi penggunaan hijab dalam Islam berbeda dengan
tradisi Yahudu dan Nasrani.
Dalam Islam, tradisi penggunaan hijab
tidak ada keterkaitan sama sekali dengan kutukan atau menstruasi. Dalam Islam,
hijab dan menstruasi pada perempuan mempunyai konteksnya sendiri.
Penggunaan hijab lebih dekat pada etika
dan estetika dari pada kepersoalan substansi ajaran. Perintah penggunaan hijab
dalam Islam di dasarkan pada dua ayat dalam Al-Qur’an yaitu QS. Al-Ahzab/33:59
dan QS.An Nur/24:31.
Kedua ayat di atas turun setelah peristiwa
fitnah keji terhadap Aisyah yang di lakukan oleh Abdullah Ibn Saba’ dan
teman-temannya dari kaum munafik Madinah. Peristiwa terhadap Siti Aisyah ini
disebut peristiwa Al-Ifk.
Peristiwa ini sangat menghebohkan,
sehingga untuk mengakhiri harus di tegaskan dengan diturunkannya lima ayat
yaitu (QS.An-Nur/24:11-15) khusus untuk membersihkan nama baik Aisyah.
Sejak peristiwa tersebut, turun ayat lain
yang cenderung membatasi ruang gerak keluarga Nabi, khususnya dalam dua ayat di
atas. Ayat ini turun (QS. Al-Ahzab/59 dan QS. An-Nur/31), karena masyarakat
Madinah ketika itu berada dalam keadaan tidak tentram, yaitu situasi perang
yang beruntun dan berkepanjangan.
Ketika itu kaum bangsawan mangenakan
jilbab. Kaum ini hampir tidak pernah mendapatkan pelecehan seksual dari
laki-laki nakal. Sehingga untuk melindungi masyarakat muslim di perintahkanlah
untuk memakai jilbab.